Senin, 11 Maret 2013

Artikel Sejarah


Tanggapan  Tulisan  Anas AG, Melawan Kebohongan Sejarah ( Radar Bojonegoro Minggu 4 September  2011)

Wong Kalang, Menggugat Sejarah Bojonegoro

Oleh : SUWARNO*)

Tulisan Anas AG di Radar Bojonrgoro (4/11/2011) dengan tajuk “Melawan Kebohongan Sejarah”, jika dibaca sepintas terasa sangat provokatif dan bagi sebagian orang tertentu bisa memunculkan kontroversi dan perdebatan panjang. Namun jika dicermati secara menyeluruh dan mendalam sesungguhnya tulisan tersebut sarat dengan sebuah ajakan untuk menelusuri kembali kebenaran jejak sejarah Bojonegoro sekaligus mencintai dan menggali kekayaan sejarah sebagai wahana kajian keilmuan dan pendidikan bagi generasi kini dan mendatang agar tidak tersesat dalam perjalanan sejarah.
Hal tersebut menarik dikritisi karena selama ini sejarah Bojonegoro selalu dikaitkan dengan mitos Anglingdarma yang hanya sekedar legenda atau cerita yang direkonstruksi seolah-olah sebagai bagian sejarah Bojonegoro tanpa didukung bukti peninggalan bersejarah yang benar-benar memiliki nilai historis. Memang jika kita membaca cerita rakyat atau mendengarkan kesenian rakyat semacam ketoprak dengan lakon Anglingdarma yang melibatkan tokoh Batik Madrim, Setyowati dengan setting Kerajaan Malawapati yang penuh intrik politik dan perselingkuhan tersebut selalu dikaitkan bawa kerajaan Malowopatilah merupakan pusat pemerintahan   Bojonegoro tempo dulu. Maka tidak heran jika orang kemudian latah menyebut penuh kebanggan: “Selamat datang di kota Anglingdharma”; ruang pertemuan juga dinamakan “Ruang Batik Madrim” stasiun radio bangga dengan “Malawapati”, “Laskar Anglingdarma”, dan nama-nama lain yang mengesankan bahwa sejarah Bojonegoro tidak lepas dari legenda tersebut.
Kenyataan yang salah kaprah ( salah tapi secara umum dianggap benar) tersebut dalam perspektif kajian sejarah tentu sangat menyesatkan. Betapa kenyataan tersebut jika tidak ada upaya pelurusan lewat kajian dan penelusuran sesuai fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan, maka kebohongan sejarah akan terus menjadi pembodohan anak cucu di masa yang akan datang.
Kembali pada tulisan saudara Anas AG betapa sejarah Bojonegoro tentang  jejak-jejak peradaban orang Kalang dan Samin seperti dalam catatan C.L.M Panders (1984),Bojonegoro 1900-1942: A Stroty of  Endemic Poverty in North East Java Indonesia, rasanya  tidak berlebihan jika gagasan mengkaji asal muasal orang kalang dan samin yang memiliki kaitan lebih dekat dengan sejarah Bojonegoro dibanding dengan beberapa mitos yang telah di bahas di atas sebagai upaya pelurusan sejarah Bojonegoro, diseriusi, didukung dan direalisasikan.
Berbicara eksistensi orang Kalang dan Samin seperti disebut saudara Anas AG  , tidak terlepas dari  jaman prasejarah kehidupan  purba baik manusia maupun binatang seperti fosil stegedon di Jawik Tambakrejo  dan jaman sejarah dengan ditemukannya peninggalan-peninggalan kuno (pecahan keramik, patung, lingga-yoni, artefak, arca-arca,patung, prasasti dll). Data arkeologis menjelaskan jauh sebelum perpindahan kerajaan Matarm Hindu dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diperkirakan Bojonegoro telah menjadi hunian manusia purba terkait dengan fosil pithecanthropus erectus di Trinil Ngawi oleh Eugene Dubois tahun 1890. Fosil-fosil binatang dan kayu hampir merata ditemukan di hampir seluruh wilayah Bojonegoro seperti kehidupan manusia purba dalam gua-gua di desa Sumberarum Dander, dan penemuan Hary Nugroho yang spektakuler yakni fosil kepala gajah purba di Wotanngare Kecamatan Kalitidu . Sementara itu Wong Kalang (Manusia Kalang) Bojonegoro menurut para ahli sejarah maupun  antropolog sudah ada semenjak jaman megalitikum yang ditandai dengan bukti ditemukannya kubur orang kalang yang hidup berpindah-pindah di hutan-hutan pegunungan kapur Utara (Kendeng) mulai dari Tegal, Semarang, Demak, Pati, Cepu sampai Bojonegoro.( RPA Suryanto Sastroatmojo:”Masyarakat Samin Siapa Mereka?”)
Dalam berbagai kepustakaan keberadaan wong kalang pernah ditulis oleh Denis Lombart dalam bukunya “Nusa Jawa Silang Budaya” (1680) dan Thomas Stamford Raffles dalam bukunya “History of Java” (1875) yang keduanya menulis tentang kehidupan dan peradaban wong kalang dari jaman ke jaman dengan segala dinamikanya.
Ekskavasi (penggalian dan penelitian) yang pernah dilakukan dan memperkuat adanya kehidupan masyarakat wong kalang Bojonegoro, pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogjakarta  yang dipimpin oleh Goenadi Nitihaminoto (19780) bersama Departemen P dan K yang dipimpin oleh Sardjoe Resosepoetro.Hasil penggalian dan penelitian yang dilakukan semua memperkuat adanya peradaban orang kalang di Bojonegoro.
Salah satu bukti sejarah peninggalan wong kalang adalah makam Kalang dengan simbul gambar matahari karena mereka menyembah dewa matahari, berada di desa Kidangan kecamatan Malo yang hidup di sungai purba (lembah bengawan solo) dan di Kedewan. Dalam perkembangannya wong kalang berbaur dalam pergerakan Ki Samin Surosentiko melawan penjajah tanpa kekerasan  (semacam gerakan Ahimsa di India).Mereka sudah tidak lagi menyebut dirinya wong kalang tetapi  bangga menyandang  sebutan Wong Samin (Orang Samin/ Sami-sami amin?)
Menurut hemat penulis, dengan kekayaan khasanah sejarah dan budaya tersebut dibutuhkan kepedulian pemerintah daerah melalui dinas terkait untuk merekonstruksi kembali postur sejarah Bojonegoro dengan prasasti dan peninggalan bersejarah yang selama ini telah digali seperti yang telah disimpan di musium kepurbakalaan rajekwesi, musium Trowulan dan musium-musium lain di seluruh Indonesia karena konon benda-benda bersejarah tersebut telah banyak yang hilang tersebar kemana-mana. Terlebih tidak lama lagi buku “Napak Tilas Wong Kalang Bojonegoro” karya dan hasil perjalanan Ekspedisi Sdr JFX Hoery (PSJB) dan Rohtri Agung Bawono (dosen Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana) akan segera terbit dan menjadi buku penting dalam menelusuri kembali  sejarah Bojonegoro.
Dibutuhkan komitmen serius oleh pemerintah daerah untuk menghimpun perca-perca sejarah sehingga terbentuk mozaik sejarah dalam bingkai yang utuh. Harapan tersebut menemukan momentumnya karena dibulan oktober Bojonegoro sebagai salah satu daerah pusat budaya  akan memperingati sejarah hari ulang tahunnya dan di bulan tersebut akan berlangsung KSJ 5 (Konggres Sastra Jawa 5) di Bojonegoro dimana akan berhimpun dan berdiskusi  para pakar, pegiat dan pemerhati sastra jawa se Indonesia guna merumuskan rekomendasi tentang seni budaya, bahasa dan sastra jawa dalam peran strategisnya. Tidak ada salahnya menyongsong hari jadi dan perhelatan KSJ 5 tersebut sejarah wong kalang didiskusikan pula bersama para pakar yang punya kapasitas dan kompeten di bidangnya.
Orang Kalang yang merupakan asal muasal orang Samin telah melewatkan waktu yang panjang melalui migrasi budaya sehingga mempengaruhi budaya lainnya dalam peradaban manusia dari zaman ke zaman, dan bagi kita menjadi fakta jawaban yang mampu menepis kebohongan sejarah yang tersesat selama ini, serta  menjadi bahan perenungan kembali asal usul diri kita sendiri tanpa menganggap rendah pada sebagian yang lain.

Tulisan ini tidak berpretensi meniadakan sejarah yang sudah ada, melainkan berangkat dari rasa ingin ikut berpartisiasi gagasan beberapa kalangan yang ingin menyempurnakan (meluruskan?) sejarah bojonegoro sesuai realitas dan fakta sejarah. Atau sekurang-kurangnya dapat menjadi bahan komparasi sebagai sebuah kajian pustaka dan kenyataan empiris untuk menemutunjukkan peta sejarah yang sesungguhnya.

                                                            *) Suwarno, S.Pd.MM, adalah pegiat dan penikmat
budaya, bahasa dan sastra jawa. Lahir dan tinggal di Bojonegoro. Email: suwarnobbt@gmail.com

1 komentar: