Tanggapan Tulisan Anas AG, Melawan Kebohongan Sejarah ( Radar
Bojonegoro Minggu 4 September 2011)
Wong Kalang,
Menggugat Sejarah Bojonegoro
Oleh
: SUWARNO*)
Tulisan
Anas AG di Radar Bojonrgoro (4/11/2011) dengan tajuk “Melawan Kebohongan Sejarah”,
jika dibaca sepintas terasa sangat provokatif dan bagi sebagian orang tertentu
bisa memunculkan kontroversi dan perdebatan panjang. Namun jika dicermati
secara menyeluruh dan mendalam sesungguhnya tulisan tersebut sarat dengan sebuah
ajakan untuk menelusuri kembali kebenaran jejak sejarah Bojonegoro sekaligus
mencintai dan menggali kekayaan sejarah sebagai wahana kajian keilmuan dan
pendidikan bagi generasi kini dan mendatang agar tidak tersesat dalam
perjalanan sejarah.
Hal
tersebut menarik dikritisi karena selama ini sejarah Bojonegoro selalu dikaitkan
dengan mitos Anglingdarma yang hanya sekedar legenda atau cerita yang
direkonstruksi seolah-olah sebagai bagian sejarah Bojonegoro tanpa didukung
bukti peninggalan bersejarah yang benar-benar memiliki nilai historis. Memang
jika kita membaca cerita rakyat atau mendengarkan kesenian rakyat semacam ketoprak
dengan lakon Anglingdarma yang melibatkan tokoh Batik Madrim, Setyowati dengan
setting Kerajaan Malawapati yang penuh intrik politik dan perselingkuhan
tersebut selalu dikaitkan bawa kerajaan Malowopatilah merupakan pusat
pemerintahan Bojonegoro tempo dulu.
Maka tidak heran jika orang kemudian latah menyebut penuh kebanggan: “Selamat
datang di kota Anglingdharma”; ruang pertemuan juga dinamakan “Ruang Batik
Madrim” stasiun radio bangga dengan “Malawapati”, “Laskar Anglingdarma”, dan
nama-nama lain yang mengesankan bahwa sejarah Bojonegoro tidak lepas dari
legenda tersebut.
Kenyataan
yang salah kaprah ( salah tapi secara
umum dianggap benar) tersebut dalam perspektif kajian sejarah tentu sangat
menyesatkan. Betapa kenyataan tersebut jika tidak ada upaya pelurusan lewat
kajian dan penelusuran sesuai fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan,
maka kebohongan sejarah akan terus menjadi pembodohan anak cucu di masa yang
akan datang.
Kembali
pada tulisan saudara Anas AG betapa sejarah Bojonegoro tentang jejak-jejak peradaban orang Kalang dan Samin
seperti dalam catatan C.L.M Panders
(1984),Bojonegoro 1900-1942: A Stroty of
Endemic Poverty in North East Java Indonesia, rasanya tidak berlebihan jika gagasan mengkaji asal
muasal orang kalang dan samin yang memiliki kaitan lebih dekat dengan sejarah Bojonegoro
dibanding dengan beberapa mitos yang telah di bahas di atas sebagai upaya
pelurusan sejarah Bojonegoro, diseriusi, didukung dan direalisasikan.
Berbicara
eksistensi orang Kalang dan Samin seperti disebut saudara Anas AG , tidak terlepas dari jaman prasejarah kehidupan purba baik manusia maupun binatang seperti
fosil stegedon di Jawik Tambakrejo dan
jaman sejarah dengan ditemukannya peninggalan-peninggalan kuno (pecahan
keramik, patung, lingga-yoni, artefak, arca-arca,patung, prasasti dll). Data
arkeologis menjelaskan jauh sebelum perpindahan kerajaan Matarm Hindu dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur, diperkirakan Bojonegoro telah menjadi hunian manusia
purba terkait dengan fosil pithecanthropus erectus di Trinil Ngawi oleh Eugene
Dubois tahun 1890. Fosil-fosil binatang dan kayu hampir merata ditemukan di
hampir seluruh wilayah Bojonegoro seperti kehidupan manusia purba dalam gua-gua
di desa Sumberarum Dander, dan penemuan Hary Nugroho yang spektakuler yakni
fosil kepala gajah purba di Wotanngare Kecamatan Kalitidu . Sementara itu Wong
Kalang (Manusia Kalang) Bojonegoro menurut para ahli sejarah maupun antropolog sudah ada semenjak jaman
megalitikum yang ditandai dengan bukti ditemukannya kubur orang kalang yang
hidup berpindah-pindah di hutan-hutan pegunungan kapur Utara (Kendeng) mulai
dari Tegal, Semarang, Demak, Pati, Cepu sampai Bojonegoro.( RPA Suryanto
Sastroatmojo:”Masyarakat Samin Siapa Mereka?”)
Dalam
berbagai kepustakaan keberadaan wong kalang pernah ditulis oleh Denis Lombart
dalam bukunya “Nusa Jawa Silang Budaya” (1680) dan Thomas Stamford Raffles
dalam bukunya “History of Java” (1875) yang keduanya menulis tentang kehidupan
dan peradaban wong kalang dari jaman ke jaman dengan segala dinamikanya.
Ekskavasi
(penggalian dan penelitian) yang pernah dilakukan dan memperkuat adanya
kehidupan masyarakat wong kalang Bojonegoro, pernah dilakukan oleh Balai
Arkeologi Yogjakarta yang dipimpin oleh
Goenadi Nitihaminoto (19780) bersama Departemen P dan K yang dipimpin oleh
Sardjoe Resosepoetro.Hasil penggalian dan penelitian yang dilakukan semua
memperkuat adanya peradaban orang kalang di Bojonegoro.
Salah
satu bukti sejarah peninggalan wong kalang adalah makam Kalang dengan simbul
gambar matahari karena mereka menyembah dewa matahari, berada di desa Kidangan
kecamatan Malo yang hidup di sungai purba (lembah bengawan solo) dan di
Kedewan. Dalam perkembangannya wong kalang berbaur dalam pergerakan Ki Samin
Surosentiko melawan penjajah tanpa kekerasan
(semacam gerakan Ahimsa di India).Mereka sudah tidak lagi menyebut
dirinya wong kalang tetapi bangga menyandang
sebutan Wong Samin (Orang Samin/
Sami-sami amin?)
Menurut
hemat penulis, dengan kekayaan khasanah sejarah dan budaya tersebut dibutuhkan kepedulian
pemerintah daerah melalui dinas terkait untuk merekonstruksi kembali postur
sejarah Bojonegoro dengan prasasti dan peninggalan bersejarah yang selama ini
telah digali seperti yang telah disimpan di musium kepurbakalaan rajekwesi,
musium Trowulan dan musium-musium lain di seluruh Indonesia karena konon
benda-benda bersejarah tersebut telah banyak yang hilang tersebar kemana-mana.
Terlebih tidak lama lagi buku “Napak Tilas Wong Kalang Bojonegoro” karya dan
hasil perjalanan Ekspedisi Sdr JFX Hoery (PSJB) dan Rohtri Agung Bawono (dosen
Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana) akan segera terbit dan menjadi
buku penting dalam menelusuri kembali
sejarah Bojonegoro.
Dibutuhkan
komitmen serius oleh pemerintah daerah untuk menghimpun perca-perca sejarah
sehingga terbentuk mozaik sejarah dalam bingkai yang utuh. Harapan tersebut menemukan
momentumnya karena dibulan oktober Bojonegoro sebagai salah satu daerah pusat
budaya akan memperingati sejarah hari
ulang tahunnya dan di bulan tersebut akan berlangsung KSJ 5 (Konggres Sastra
Jawa 5) di Bojonegoro dimana akan berhimpun dan berdiskusi para pakar, pegiat dan pemerhati sastra jawa
se Indonesia guna merumuskan rekomendasi tentang seni budaya, bahasa dan sastra
jawa dalam peran strategisnya. Tidak ada salahnya menyongsong hari jadi dan
perhelatan KSJ 5 tersebut sejarah wong kalang didiskusikan pula bersama para
pakar yang punya kapasitas dan kompeten di bidangnya.
Orang
Kalang yang merupakan asal muasal orang Samin telah melewatkan waktu yang
panjang melalui migrasi budaya sehingga mempengaruhi budaya lainnya dalam
peradaban manusia dari zaman ke zaman, dan bagi kita menjadi fakta jawaban yang
mampu menepis kebohongan sejarah yang tersesat selama ini, serta menjadi bahan perenungan kembali asal usul
diri kita sendiri tanpa menganggap rendah pada sebagian yang lain.
Tulisan
ini tidak berpretensi meniadakan sejarah yang sudah ada, melainkan berangkat
dari rasa ingin ikut berpartisiasi gagasan beberapa kalangan yang ingin
menyempurnakan (meluruskan?) sejarah bojonegoro sesuai realitas dan fakta
sejarah. Atau sekurang-kurangnya dapat menjadi bahan komparasi sebagai sebuah
kajian pustaka dan kenyataan empiris untuk menemutunjukkan peta sejarah yang
sesungguhnya.
*) Suwarno, S.Pd.MM, adalah pegiat dan
penikmat
budaya, bahasa
dan sastra jawa. Lahir dan tinggal di Bojonegoro. Email: suwarnobbt@gmail.com
Thanks ya gan blog ini membantu saya sekali .................
BalasHapusbisnistiket.co.id