Nono Warnono:
RITUAL
PERJALANAN
Langkah kembara atas bumi jagat panas menyengat
Tapak-tapak kaki tak terbilang menuju jauh
oase laksa asa
Bulat tekad menderu usaikan tugas hingga garis horison kehidupan
Torehan nasib dan hasrat menggapai harap adalah teguh komitmen
Meski jalan terjal berliku diantara jurang –jurang misteri langkah terpedaya
Dan puing-puing cerita harus terukir mozaik dalam bingkai perjalanan
Belajar dari gemercik air dari pucuk gunung hingga muara jumpa
Siang malam menyusuri liku pematang sawah menembus hutan onak duri
Dalam dzikir syukur alam terasa dalam langgam harmoni keindahan
Biru diantara luas samodra dan riak gelombang adalah hakekat kesabaran
meski sampah godaan cobaan menggunung menghempas angan
berguru kepada rembulan di biru langit lazuardi
terang cahaya membimbing malam menuju pagi menjajakan sejuta arti
langkah ikhlas tanpa tendensi meski sepi puja-puji
sampai langit lembayung mentari menyapa untaian mimpi
meski ketika siang terang benderang negeri
sarat pertunjukan korupsi
Babat
Lamongan 2008
SEBUAH
PERJALANAN
Laksa asa sembunyi dalam tabir seiris rembulan nan gerhana tertusuk pucuk
ilalang
Dalam temaram titik kirana kejora samar-samar jalan terjal berliku
terpeleset jatuh tersungkur
atas kerikil-kerikil tajam terantuk bongkahan coba
ketika hati gulana terpenjara kepiluan ratap do’a
Gempita jaman menyeruak dalam kilau fatamorgana
Saat hidup acap terpedaya keindahan bianglala dan bintang gemintang di biru
langit lazuardi
Nyanyian angin membuai gelisah jiwa kerontang saat senja usia merongrong
hasrat
Menunggu kepak gagak menjemput jadwal kematian
Penggal waktu dalam langkah gontai terus susuri kembara
Lantun dzikir mengalir deras membasuh hitam pekat dosa kesalahan
Jika penyesalan dalam tangis istiqfar tak terdengar dan terabaikan oleh-Nya
Niscaya godam siksa dahsyat merajalela terasa amat mengerikan
Kemilau dunia bukan stasiun,
terminal, bandara atau pelabuhan terakhir
Kaki langit lorong tipudaya adalah
kesementaraan
Karena masih ada hidup sesudah mati
Bojonegoro,
Nopember 2010
NEGERI
TUHAN
Negeri tuhan
kota-kota sarat jelaga pekat merajalela hasrat
Penggede
mendewa-dewakan ekonomi mendirikan pabrik-pabrik industri gedung rakyat pencakar
langit, deru kendaraan dengan jumlah tak terkendali adalah kecamuk ambisi karena parameter kesejahteraan semata ukuran duniawi.
Membuta tuli saksikan
nafas-nafas tersengal rakyat jelata orang –orang urban terpinggirkan, petani menjerit kehilangan sawah ladang, pajak dan
retribusi jadi bancaan dimana-mana.
Negeri tuhan
rakyat banyak menyembah dan mengkultus individukan pemimpin julig membangun
citra dogma menutupi kebobrokan sesungguhnya. Tangis dan keluh kesah adalah
kamuflase dibalik topeng ketidakjujuran menyembunyikan kegagalan karena janji-janji pepesan kosong
yang tak pernah terealisasi antara orasi-orasi meninabobokkan mimpi-mimpi.
Negeri tuhan
pembesarnya mengagung-agungkan hukum keadilan seperti dagelan.
Punggawa-punggawa dengan gagah perkasa menyeret dan memenjarakan ulama tidak
berdosa sementara betapa harga diri kehormatan bangsa negara diinjak-injak
bangsa tetangga mereka diam seribu bahasa. Menjarah uang negara bersembunyi
dibalik polecy adalah pemandangan yang dapat disaksikan tanpa merasa berdosa.
Negeri tuhan rakyatnya
memuja-muja kemolekan, meniru tingkah polah selebriti dan bintang-bintang iklan
menjajakan aurat dan tipu daya di televisi jadi konsumsi setiap hari. Rasa
santun tereduksi gaya hidup global yang bebas liar tiada kendali tanpa norma
yang telah tergilas laju modernisasi.
Negeri tuhan
surau masjid megah dimana-mana diantara pengeras suara memekakkan telinga,
plesir ke tanah suci jadi gaya hidup tanpa dampak berarti, Jumlah jamaah judi
dan prostitusi mengalahkan barisan sholat yang dapat dihitung dengan jari
jemari. Inilah eksistensi negeri paradok.
Negeri tuhan,
Para punggawa
mentuhankan ambisi duniawi
Rakyatnya
melupakan Tuhan yang sesungguhnya
Karena pemimpin
dan rakyat mentuhankan dirinya sendiri
Bojonegoro,
2010
MAHA
DALANG
Pakeliran dimulai wayang-wayang jejer lampu blencong dinyalakan
Waranggana melantunkan gendhing dengan gamelan sesendonan
Dhog! Dhog! Dhog!
Cempala dibunyikan dalang lagu bertalu-talu
Penonton terkesima ketika wayang mulai dimainkan sesuai perannya
Cerita mengalir langgam kehidupan
Sorak sorai bersautan
Kegembiraan terpancar pada wajah nan binar
Malam menghunjam dalam kegelapan
Tiba-tiba irama gendhing megatruh menyayat hati sarat kepiluan
Ketika korban wadyabala perang berjatuhan dimana-mana
Lalu sepi hanya terdengar suluk kumandhang
jagat gara-gara
Cerita paripurna
Wayang-wayang dimasukkan kotak oleh sang dalang
Dikunci setelah pagelaran usai
Penonton pulang membawa cerita kehidupan
Sampai suatu waktu menghadap sang Maha Dalang.
Bojonegoro,
2009
AYAT-AYAT
TUHAN
Hasrat serakah abai pranata bak jaman jahiliyah
Kebobrokan meluas dosa kemaksiyatan menggunung
Aji mumpung adigang adigung adiguna dalam tegak perkasa
Salahkah jikalau amuk gemuruh magma lahar panas meluluhlantakkan
perkampungan
Memporakporandakan rencana manusia yang menjadi linglung tiada daya
Lantang jalang kesombongan
Tambang-tambang lembah ngarai hutan gundul eksploitasi
Salahkan manakala banjir bandang kencang menerjang
Mengubur nyawa melumat harapan
Kukuh angkuh manusia anak jaman
Menebar polusi pekat cerobong jelaga menutup kota
Mengalir deras menghitam muara samudera
Rakus melahap isi laut dan bumi
Salahkah jikalau gulung gemulung ombak
tsunami
Menghempas menenggelamkan harta dan
nyawa
Inilah Ayat-Ayat Tuhan nan tersirat
Ketika sujud persembahan kita sebatas
ritual
Bukan totalitas penghambaan
Bojonegoro
akhir oktober 2010
Nono Warnono:
MUSANG BULU DOMBA
dan heroisme mereka pancang laksa papan nama komoditi penjaja nama rakyat tersayat
Program pepesan kosong pemberdayaan masyarakat tidak lebih panggung sandiwara
pengkhianat
Suara lantang ditengah nafas-nafas tersengal kemiskinan
diskriminasi jadi tumbal proposal, jelata terpedaya tangis terampas jerit
tergadai kepapaan diperjual belikan
Diantara mereka orang-orang terpelajar intelektual
penjual idealisme dengan legalisasi program-program pencurian atas nama
penderitaan rakyat
cara berjalan bicara uniform sepatu celana baju dasi
emblem songkok dan kedipan mata gambar pemimpin cerdas, pejabat pekerti luhur
ataupun penggedhe sarat obsesi dengan selaksa kepalsuan janji membelanjakan
mimpi atas potensi dengan prioritas program strategi
Apa lacur dikata, ambisi jabatan aneka posisi wujud
gratifikasi balas budi kroni
Penggemukan kambing dan sapi kerajinan rumah tangga
adalah jajahan memperkaya anak istri
Kantong-kantong ekonomi jadi gebyar kartel pemegahan company
meraksasakan postur eksistensi diri karena jiwa, hati dan perasaan serta
kecerdasan otaknya adalah perompak dengan bungkus filosofi, hadis nabi dan
kitab suci
orasi
meledak-ledak tangis dan air matanya adalah politisasi jeritan akar rumput
improvisasi drama hati pencoleng kamuflase sempurna
ketika temukan momentum
strategi tugas legislasi ujungnya adalah prakondisi pembuka
jalan perampok dan pencuri
gedung-gedung tinggi dibangun untuk bersembunyi
melampiaskan syahwat korupsi
meja kursi diskusi sering sebagai tempat mengantuk
berkolusi saksikan gambar bugil nan seksi
mereka mengaku orang-orang terhormat hanya karena
berdasi dah hafal sepenggal ayat dalam kitab suci yang substansinya
diinjak-injak setiap hari
dibalik topeng-topeng penutup muka orang-orang itu tak
henti bercerita kemana-mana
“lihatlah wajahku penuh bianglala”
Di atas panggung sandiwara politisi itu terus berorasi
meludahkan janji-janji mulut bau bangkai
“dengarkan suaraku harmoni mendayu merdu”
Orang-orang itu terus berteriak
“kenapa kau menolak mengakui eksistensi dan komitmen kami-kami orang mulia”
Sampai suatu saat rakyat membuang muka karena sejatinya
mereka tidak lebih segerombolan musang berbulu domba
Babat, 2011
Nono Warnono:
TANGIS RAMADHAN
Samar penghambaan kontemplasi atau ritual ceremonial
binal
Kering kerongkong kosong perut tangis sujud
kemunafikan
Berbuka melacurkan amanah peran jabatan sepiring
pembusukan etika
Saur sari-sari korupsi diskusi jamaah di meja kolusi
rajut mafia
Do’a dzikir penghindar blenggu aturan pranata
ternistakan
Jama’ah tarawih tumpah ruah sebanyak gerombolan
penyamun perampok uang dan potensi bangsa
Ruku’ sujud baris lurus lalu berurai tengkar
berbantah-bantah saling tuding tunjuk muka argumentasi baur alibi tabur
kebohongan ranjau fitnah membuncah menerjang kemana-mana
Geram kesumat berteriak mengacung-acungkan tangan
merasa paling benar sendiri
Berlari telanjang sambil menyanyi tentang aurat
sendiri
Corong tadarus masjid surau memekakkan telinga
agungkan kitab suci esok diinjak-injak nista
Halal haram mulut busa bisa tangan-tangan kotor
menjamah ranah tuhan
Karena kebijakan sesat pembesar menumbuhsuburkan
kebatilan menjunjung nurani julig
Igauan tausiyah mauidhoh hasanah adalah nyanyian
ritual gendang sepenabuhan
Di tengah aroma wisky ironi syahwat bidadarai
berselendang nafsu birahi
Jaman apakah ini aki?
Gajah
Indah, gustus 2011
Nono Warnono:
REINKARNASI ULAT
Fenomena ulat kegelisahan
mewabah terjangkit di semua jengkal tanah bernanah dosa
Orang-orang gamang pohon kesombongan
meranggas tanaman ludes rumah-rumah diserang
Anak-anak ketakutan tanah
lapang jadi sararan semakin liar jalang
Jalan-jalan dikepung teror
ketakutan rasa gatal hembusan angin
ulat-ulat penyeimbang
ekosistem terus dihujat dan difitnah
Semua orang merasa gatal
ketika ulat-ulat merambah kantor-kantor pejabat
Meja hijau sarat ulat
Meja-kursi politisi
menjadi endemic
Gedung-gedung dewan semakin
menakutkan rasa kebinatangan semakin ganas
orang lalu mengamuk
membasmi dengan aneka obat hama tanaman
ulat bertambah merajalela
diantara orang-orang kehilangan iman
di depan cermin
orang-orang berteriak ketakutan karena wajahnya penuh ulat
kaca cermin dipukul
sekuat tenaga pecah berserakan
terus mengamuk cermin tak
berdosa tidak tersisa
wajah orang-orang semakin
lebam menggaruk dan memukul muka sendiri
mereka sesungguhnya
ketakutan pada dirinya sendiri
ulat-ulat
ulat tanah
ulat daun
ulat bulu
ulat uang
ulat jabatan
: ulat reinkarnasi
jiwa-jiwa tersesat
Baureno,
2011
Negeri Sinetron
Negeri sinetron pemimpin pesolek
merias citra pemain watak melakonkan bermacam karakter menyempurnakan sembunyi
cela. Kamuflase terindah di balik topeng-topeng kedustaan dimainkan penuh
improvisasi merajut selaksa tipu daya nan mempesona. Bak senyum rembulan
menebar goda saat malam menghunjam atas ketidakberdayaan dan kegagalan menjilat
kembali janji yang terludah dan bualan-bualan muak membungkus seribu bau
bangkai kebohongan.
Negeri sinetron politisi berorasi bak
pendekar gagah perkasapahlawan kesiangan mengacung-acungkan tangan mengepal
sesumbar atas belenggu kekang. Saat buyar kepungan demonnstran mereka kianat telikung rakyat atas rekayasa siasat dalam pukau
sandiwara yang dipertontonkan. Ekspresi libido sahwat kekuasaan terbungkus
kue-kue koalisibarter kasus saling sandera langkah sebentar berdiskusi
berkelahi lalu duduk kembali berhimpun bersama menikmati tumpeng korupsi.Melacurkan
idialisme gapai ambisi-ambisi keserakahan.
Negeri sinetron rentenir konglomerat
menggadai potensi merajut laksa kolusi polecypermainkan aturan eksploitasi sumber
alam kekayaan menenggelamkan harapan rakyat kecil yang terusir dari bumi
sendiri. Sungai aliran airmata tatkala sawah-sawah ditanami pabrik-pabrik
industri, pasar-pasar tradisional terkubur gedung-gedung pencakar langit,
makam-makamleluhur tergusur arena prostitusi, jerit tangis rakyat tertindas
tenggelam kegaduhan pemimpin dan preman-preman politisi bertekuk lutut
juragan-juragan pemuja berhala-berhala
harta.
Negeri sinetron rakyat menjadi
penonton panggung dagelan yang tidak
lucu
Saksikan penguasa pemalas pesolek
punggawa penjlat hanya pandai berdebat bersilat lidah sarat bisa merajalela
Mengemas dakwah kemunafikan
tausiayah pencuriberdasi yang dengan
gagah melangkah tanpa malu wajah kebinatangan
Hujatan rakyat nan kesumat melihat
wakil rakyat tidak lebih segerombolan pengkhianat
Gumam kebencian dengan ekspresi
geram: “ Mereka telah memporakporandakan negeri leluhurku melebihi kapal karam
terhempas tsunami”.
Bojonegoro,
2011
Nono Warnono:
Senja Jagad
Hiruk pikuk hidup kehidupan sandyakala gelap redup suar lentera pranata
Gegap gempita deru manusia pemuja gebyar dunia tergiur
kemewahan nisbi
Peradaban nan rimba
norma etika tereduksi dalam kenistaan dekadensi
Ibu-ibu menangisi anak perawan mereka menjajakan birahi
dalam bangga salah dosa
Bapak-bapak berlari jatuh tersungkur mengejar
anak-anaknya yang liar tak terkendali
Kumandang adzan sebatas seruan yang tak mampu lunakkan
hati-hati batu
Masjid surau adalah etalase jamaah dzikir doa dalam
ritual ceremonial
Karena setelah keluar berhambur rutinitas kembali normal
Berhaji dengan korupsi beramal masjid kemenangan judi mengaji
menenggak wisky
Kitab suci dijunjung tinggi kemana-mana isinya
diinjak-injak di bawah telapak kaki
Senja semakin kelam tangis anak-anak tak berdosa lahir
tanpa bapak
Raja –raja tuli buta mengelus perut besarnya abai nestapa
rakyat jelata sesak napas
Anak-anak jaman durhaka mensurgakan ganja narkotika
Selingkuh menjadi budaya dinamika hidup melaju salah
jalan
Lihatlah mereka sedang mencari kambing hitam ketika
tersandung problematika
Serempak menyalahkan Tuhan
Kehidupan renta kehilangan harmoni
Jagat geliat banjir bandang gempa tsunami gunung-gunung
melaharkan magma
Iklim ekstrim puting beliung halilintar memekakkana
telinga hujan panas menebar hama
Jutaan penyakit menyerang semua
lapisan manusia yang tak henti merasa paling perkasa
Inilah realita manusia tidak amanah mengemban tugas
sebagai kalifah
Sendyakala langit jingga darah
Pertikaian antar saudara antar bangsa menghunus senjata
memperjual belikan nyawa
Mengedepankan ego busungkan dada
kematian menjadi jalan keluar selesaikan perkara
Peradaban sarat dendam kesumat menebar kebencian jiwa nan
tersesat
Dunia semakin dekat dengan kiamat
Tengah
malam, 2011
PUISI-PUISI KARYA :
NONO WARNONO
Di Masjid Nabawi
terpekur di roudhoh nabi dan sahabat utusan Allah
subhanallah, wibawa nabawi nan agung
suar taman surge semilir angin lembut belai relung kalbu
diri bak debu menista tapak hidup kehidupan
hari-hari teman air mata haru
dalam pengakuan dosa-dosa
damai tenteram tiba-tiba
dating bersemayam dalam dada
sungguh penghambaan nan takkuasa terpuisikan dengan kata-kata
Madinah,
11 Dzulqo’dah 1433 H
Di Masjidil Haram
Ronta jiwa-jiwa hamba bahana
Desak himpit desah nafas di keagunganka’bah
Towaf rotasi hati lelah kembara fatamorgana
Antara hajar aswat makom Ibrahim hijirisma’il rukunyamani
Mustajabah multazam aroma
do’a mewangi langit lazuardi
Hayat jiwa-jiwataqwa
Allah akhir kepulangan ikhtiar
Makah,
02 Dzulhijjah 1433 H
Wukuf di Arafah
Dipadang arafah nan mustajabah
Juta hamba curah dzikirdo’a tawakkal
Khutbah wukuf antara tenda-tenda bisu
Dan hunjam malam khusuk
lembar ihram tersampir
hakekat manusia tidak punya apa-apa
bukan siapa-siapa atas khalik
transenden
kekayaan kesenagan dunia bukan
parameter kemuliaan
karena innaakromakum indzallahiatqookum
Antara Mina danJamarot
Antara bidayatul muzdalifah dan nihayatul mina
Hilir mudik mabit hamparan pasrah
dantenda-tenda sarat kehunjaman jiwa
gegas langkah hiruk-pikuk menujuJamarot
takbir tahmid bersaut gema
kerikil terlontar tekad usir setan kehidupan
(setan-setan sahwat kekuasaan
setan-setan ekonomi
setan-setan nafsu birahi
setan-setan tehnologi
manusia-manusia setan….)
Mina,
10 Dzulhijjah 1433
*)Nono Warnono
adalah pegiat bahasa dan Sastra jawa pada Sanggar Pamarsudi Sastra Jawa
Bojonegoro ( PSJB)
Tinggal di Perumahan
Gajah Indah Blok O No.18-19
Baureno
Bojonegoro
Email :
suwarnobbt@gmail.com