Minggu, 07 April 2019
Video (Latgab Pramuka Kwarcab)
Video (Baca Geguritan)
Makalah
MENAKAR
KARYA TULIS GURU DALAM MENGGAIRAHKAN LITERASI SEKOLAH
(Makalah
disampaikan pada Gelar Puncak Karya Kulminasi Program Pusat Belajar Guru
Bojonegoro, Launching Buku 39 Karya Guru
Peserta Pelatihan Menulis Buku, dan Bedah Buku. Bertempat Di Aula Dinas
Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, Tanggal 6 April 2019)
Oleh
: Suwarno, S.Pd.MM
Kualitas
peradaban suatu bangsa, salah satunya diukur dengan parameter sejauhmana
kegiatan literasi diarusutamakan. Begitu juga ketika suatu pemerintah daerah
menjadikan literasi sebagai budaya, maka tata kehidupan dan pembangunan
diberbagai bidang akan terasa menggairahkan.
Di
dalam UU No.3/2017 tentang Sistem
Perbukuan (Sisbuk), literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memaknai
informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan
dan tehnologi sebagai upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Artinya literasi
tidak dimaknai sebatas keberaksaraan baca-tulis, tetapi lebih sebagai gerakan yang
menumbuhkembangkan budaya literasi secara kritis sehingga ilmu pengetahuan dan
tehnologi yang didapat utuh dan selektif serta berdampak pada meningkatnya
kwalitas sumber daya manusia yang produktif.
Dalam
persepektif teologi urgensi membaca diposisikan pertama dan utama dalam kehidupan
beragama. "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (QS.
96 Al-'Alaq, 1). Selain hal tersebut, menulis menjadi bagian tidak terpisahkan
dalam proses belajar mengajar. "Yang mengajar dengan qalam/pena. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. 96 Al-Alaq 5-6).
Nun demi pena dan hasil tulisan manusia dan malaikat. (QS.68 Al-Qalam 1).
Literasi
sebaiknya dibangun atas dasar apa yang dikatakan oleh Paulo Freire sebagai
“conscientisation” yakni proses pembelajaran yang bertujuan melahirkan
kesadaran kritis individual atau kelompok yang bersifat otonom, memanusiakan
dan memerdekakan. Artinya, literasi menyangkut pula sebuah proses internalisasi
metode berfikir yang dapat bermanfaat bagi pembangunan manusia untuk
meningkatkan peradaban sebuah bangsa di tengah dinamika kehidupan global.
Dalam
proses pembelajaran di sekolah, menumbuhkembangkan kegiatan literasi adalah
sebuah keniscayaan. Salah satu elemen penting dalam menggairahkan membaca dan
menulis adalah faktor guru, meski literasi
tidak hanya dimaknai sebagai baca-tulis ansich.
Budaya
membaca bagi kebanyakan peserta didik dan bahkan guru masih tergolong rendah.
Di era digital kecenderungan menonton
lebih masif dibandingkan membaca dan menulis. Dari berbagai platform media sosial
memang banyak aktifitas membaca dan menulis berbagai status, namun kegiatan
tersebu tidak disertai dengan kaidah menulis yang benar sehingga menjadi kontra
produktif.
Riset
“Most Littered Nation in the World" yang dilakukan oleh Central
Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, memberi gambaran keprihatinan karena Indonesia
menduduki peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca, meski Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) telah dicanangkan
oleh pemerintah. Padahal ketika budaya membaca rendah, maka lazimnya budaya
menulis menjadi setali tiga uang karena
proses menulis dikonstruksi dari proses membaca.
Menurut
sastrawan yang juga guru besar Unesa,
Prof. Budi Darma, salah satu
faktor rendahnya budaya menulis adalah dikarenakan rendahnya minat baca
dikalangan siswa dan guru. Untuk menggairahkan minat baca tulis di
sekolah, motivasi menjadi faktor
penting. Motivasi akan lebih bermakna ketika guru menjadi teladan sebagai sosok
yang benar-benar memberi contoh bagaimana seharusnya gemar membaca dan menulis.
Bukan guru yang sebatas rajin memerintah peserta didik untuk cinta literasi,
namun tidak tercermin dalam perilakunya di kehidupan nyata.
Namun
demikian, ada yang menarik terkait gairah para guru di Bojonegoro beberapa tahun terakhir yang begitu intens
menumbuhkembangkan budaya menulis berkelindan dengan peningkatan kualitas
pembelajaran . Ditandai dengan dialog-dialog literasi, bergeliatnya sanggar-sanggar bahasa sastra,
merebaknya komunitas-komunitas literasi daring dan produktifnya penerbitan
karya tulis genre fiksi maupun non fiksi.
Hadirnya
Pusat Belajar Guru (PBG) Dinas Pendidikan Bojonegoro yang disupport oleh Exxon
Mobil Cepu Limited (EMCL) memberikan angin segar bagi guru yang cinta literasi.
Puluhan karya tulis guru berupa fiksi (cerpen,
novel, puisi), dan non fiksi (buku pelajaran, jurnal ilmiah, dan laporan
penelitian ) telah diterbitkan.
Sebagai
bukti gairah literasi di kalangan pendidik tersebut, hari ini 39 buku karya guru penulis dilaunching
dan 5 diantaranya dibedah. Lima karya
tersebut masing-masing : Kompilasi pengalaman pembelajaran "Fun Top 10" (Beni
Setyorini, S.S), Artikel Pembelajaran
"Student Company" (Nomi Wijayanti), dan Penelitian Tindakan Kelas
"Upaya Penguatan Pendidikan Karakter
Melalui Gerakan Literasi Sekolah" ( Wiwik Wijiningsih, M. Pd.). Dua karya tulis berikutnya: Dialog Pembelajaran "Menu Pembelajaran yang
Menggairahkan" (Ajun Pujang Anom), dan Memoar "Si Miskin Pun Berhak Sukses" (Slamet Widodo, S. Pd.).
Buku
karya Beni Setyorini,S.S dan Nomi Wijayanti terasa menarik karena ditulis
dengan bahasa yang efisien, mengalir dan tidak bertele-tele. Dari sisi
substansi, berkarakter kuat dalam memberikan referensi kepada pendidik
bagaimana menciptakan suasana proses pembelajaran transpormatif yang berupaya mereduksi
kelemahan pembelajaran konvensional. Melalui pemilihan strategi dan metode yang
tepat dalam menyampaikan pesan substantif mata pelajaran kewirausahaan di SMK
dan mata pelajaran bahasa inggris di SMA. Sebuah proses pembelajaran
partisipatif dinamis yang dilakukan
dengan fun (menyenengkan). Proses pembelajaran yang tidak kaku dan menjemukan,
tetapi lebih kepada lahirnya inovasi-inovasi produktif pembelajaran yang menggairahkan
dan penuh makna. Meski lompatan kreatifitas tersebut dalam kondisi tertentu keluar
dari kungkungan (out of the box).
Sebut
saja materi grammar melaui permainan QUICK and FIT yang dilakukan oleh penulis
secara menyenangkan, namun tetap memastikan ada kompetisi dalam proses
pembelajaran. Atau pada buku Student Company yang melibatkan peserta didik pada
kegiatan bagaimana mengelola sebuah perusahaan yang berangkat dari kisah sukses
mahasiswa miliarder pengusaha properti, sehingga siswa diperkenalkan dengan
situasi nyata untuk berfikir, bersikap, berperilaku dalam mengelola perusahaan.
Laporan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) karya Ninik Wijiningsih, M.Pd yang mengangkat
urgensi penguatan karakter peserta didik di
Sekolah Dasar jika dicermati
alurnya terasa serius, karena memang
karya ilmiah harus mencukupi kaidah-kaidah yang ditentukan. Laporan penelitian
harus asli, penting, ilmiah dan konsisten. Buku ini penting karena
lahir dari proses edukatif dalam mengidentifikasi masalah dalam kelas dengan
tindakan progresif untuk menggapai ketuntasan belajar. Terutama bagaimana
internalisasi nilai-nilai karakter
benar-benar tercermin dalam perilaku peserta didik, sebagaimana harapan dalam implementasi Kurikulum 2013.
Membaca
buku “Menu Pembelajaran yang
Menggairahkan” karya tulis Ajun Pujang Anom, yang menarik adalah kemasannya
yang dialogis, ringan, dan “renyah”. Pembaca seperti diajak berwisata kuliner dalam
destinasi pembelajaran yang berwarna dan menyenangkan.
.
Dibeberapa menunya yang "mirasa" (bercitarasa nikmat), ada beberapa suguhan
pembelajaran yang dibumbui kritikan
nakal namun tidak menggurui antara sosok Mbah Guru dan Guru Muda. Mencicipi
literasi menu BACEM TEMPE misalnya, akan terasa nikmatnya karena diracik dengan
baca, cerita, menulis dan tempel. Makin kriuk, karena kritikan nakal Guru Muda
atas Mbah Guru tentang program GLS dari pemerintah yang belum disertai penganggaran
dan fasilitas yang memadai, semakin menambah kualitas cita-rasa.
Terlepas
dari perdebatan apakah memoar termasuk fiksi atau non fiksi, buku “Si Miskin Berhak Sukses” karya Slamet
Widodo, S.Pd. layak untuk diapresiasi karena kejujurannya dalam bercerita. Guru
Tsanawiyah ini menulis lancar mengalir runtut dan membawa pembaca pada suasana
rekreatif dengan setting pedesaan. Dibumbui diksi khas orang desa seperti Mbah Dok,
amben/bayang, ongkong-ongkong, gedek sesek, sabuk bengkung dan sejenisnya.
Meski
memoar ini belum sehebat Anabasis
karya Xenophon di abad 20, namun
menarik dinanti episode berikutnya karena buku ini baru fragmen pertama.
Jangan-jangan penulis ingin menjadikan karyanya sebagai tetralogi seperti Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Lima
guru penulis dengan kekuatan karakter masing-masing dalam karya-karyanya,
pantas menerima apresiasi karena telah mampu mengkonversi energi positifnya
menjadi sebuah karya yang fenomenal. Karya yang akan menginspirasi peserta
didiknya bahkan teman-teman seprofesi yang berfikiran maju. Karya yang akan
tetap dikenang generasi berikutnya meski penulisnya telah tiada.
Kalau
ada catatan kecil yang boleh dinarasikan dari kelima buku diatas adalah: Pertama, akan semakin sempurna manakala
para penulis pada karya-karya berikutnya menambah porsi pembahasan substansi
yang lebih bercakrawala luas dan komprehenshif. Kedua, untuk karya sastra pemilihan diksi diikhtiarkan lebih
efisien dan menghindari pengulangan kata yang terlalu sering karena akan
mengurangi keindahan.
Menulis
akan menembus batas ruang dan waktu. Ibnu Zauji berkata “Aku menyimpulkan manfaat menulis lebih banyak daripada manfaat mengajar dengan lisan. Dengan
lisan aku dapat menyampaikan ilmu hanya pada sejumlah orang, sedangkan dengan
tulisan aku dapat menyampaikan kepada orang yang tidak terbatas yang hidup
sesudahku.”
***
Daftar Pustaka
Depdikbud.
2011. Politik Bahasa. Jakarta: Balai
Pustaka
Marsudi, Iwan. 2017. Menulis Karya Ilmiah. Bandung: Informatika
Paulo Freire.2007. Politik
Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihastuti.
2011. Apresiasi Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Suwarno.
2016. Perspektif, Catatan Kritis Pendidikan, Bahasa, Sastra
dan Budaya
Yogyakarta: Azzagrafika
Suyuti,
Mahalli. 2005. Tafsir Jalalain. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Langganan:
Postingan (Atom)